Menghadapi Suami Yang Penguasa

Kali ini saya ingin membahas tentang bagaimana bagi kaum wanita dalam menghadapi suami penguasa, hal ini dikarenakan dalam sebuah pernikahan, kadang perempuan dihadapkan dengan suami yang suka mengatur, otoriter, dan ingin menang sendiri. Bagaimana menghadapi kondisi seperti ini ?

Harus disadari bahwa pernikahan adalah bertemunya dua anak manusia yang awalnya tidak saling kenal, berbeda karakter, berbeda latar belakang, bahkan berbeda pendapatan. Nah, dalam pernikahan semua perbedaan diupayakan untuk menyatu dalam satu tujuan yang sakinah, mawaddah, warahmah (tenang dan saling kasih sayang).

Bagaimana kalau kebetulan suami kita termasuk laki-laki yang berkarakter suka mengatur, sok berkuasa dan otoriter ? Apa yang harus kita lakukan ? Haruskah kita membatalkan pernikahan ?

Menurut beberapa ahli ada beberapa faktor penyebab mengapa suami ingin menjadi penguasa dalam keluarga. “Banyak faktor yang membuat suami ingin berkuasa atau menang sendiri. Itu harus kita ketahui agar rumah tangga kita bisa terselamatkan.

Faktor Ekonomi

Istri yang tidak bekerja sangat tergantung keberadaan suami, karena itu istri merasa takut untuk menolak keinginan suami. Tingkat ekonomi yang berbeda inilah bisa menjadi sumber mengapa suami menjadi penguasa dalam rumah tangga. “Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa suami yang berkarier dan perempuan tidak bekerja memiliki power yang lebih tinggi dari pada keduanya bekerja.

Peran Gender

Dalam masyarakat, sejak awal laki-laki memang diperankan sebagai penguasai terhadap perempuan. Dukungan masyarakat menjadi legitimasi bagi suami untuk berkuasa. “Bahwa perempuan identik dengan feminin dan laki-laki adalah maskulin.

Budaya Patriaki

Budaya yang mengamsumsikan bahwa laki-laki adalah sebagai kepala rumah tangga, mengilhami suami untuk tidak memberikan kesempetan pada perempuan untuk mengambil keputusan. “Jadi dalam hal ini, suami seolah segalanya bagi keluarga dan di pundaknya semia beban keluarga dipikul. Semua keputusan yang berkaitan dengan keluarga, di yang menentukan.

Dua Keputusan

Ada dua hal yang harus dipertimbangkan ketika menerima keputusan suami. Pertama, jika keputusan suamii memberikan manfaat dan bersifat positif, tidak ada salahnya untuk menerima. Kedua, jika keptusan suami berdampak negatif bagi keluarga, lebih baik tidak dilaksanakan namun dengan cara yang baik sehingga tidak menyinggung perasaan suami. Tipe suami penguasa (husband dominant type) dapat dilihat dari pendapatnya yang ingin diakui. Bagi suami yang penguasa, apa pun pendapat yang berkaitan dengan keputusan yang diambil cenderung dianggap paling benar dan merasa beranggung jawab (responsibility). Suami merasa bahwa tanggung jawab keluarga adalah tanggung jawabnya, maka semua keputusan dia yang memutuskan. Padahal tanggung jawab keluarga bukan hanya milik suami, namun semua anggota keluarga.

Tidak Melawan

Dalam menghadapi suami yang memiliki karakter penguasa dalam rumah tangga, istri tidak perlu mengadakan perlawanan. Istri harus menerima. Dan menerima bukan berarti kalah. Namun ini dilakukan untuk menghindari konflik dalam rumah tangga yang dapat berujung pada keutuhan keluarga. Kemudian sebisa mungkin menghindari pertengkaran. Jika keputusan itu tidak terlalu penting, sebaiknya istri dapat mengikuti irama suami. Namun bila tidak diupayakan untuk melakukan tawaran ide. Selanjutnya tentukan waktu yang tepat untuk mengajak suami berdiskusi bersama, kemukakan bahwa anda keberatan dengan sikapnya.
 
Template Modify by
Creating Website

Proudly powered by
Blogger